Matahari pagi sudah naik sepenggalan, seperti biasa aku harus
berkali-kali mengeluarkan suara memanggil-manggil sebuah nama, BAYO, iya itulah
nama anak lelakiku yang harus aku bangunkan untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah. Bayo agak sulit bangun
pagi di pagi hari dia sekolah, mungkin karena malam sebelumnya dia tidur
terlampau malam sekitar pukul 22.00 WIB. Akhirnya setelah kugoyang-goyang
tubuhnya, Bayo membuka matanya juga. “ Ayo dek Bayo, sekarang sudah jam setengah
tujuh, buruan bangun nanti sampai sekolah terlambat lagi,” omelanku langsung
mendarat ke telinganya. Dengan masih
menahan kantuk dia melangkahkan kakinya ke kamar mandi tanpa lupa membuka
bajunya terlebih dulu.
“
Umaaa, tolong mandiin dek Bayo,” begitu teriaknya dari dalam kamar mandi.
Memang setiap pagi hari aku yang memandikannya karena seharian kemarin dia
bermain kotor-kotoran dan sorenya dia mandi sendiri sehingga tidak terlalu
bersih. Selesai mandi, Bayo mencari baju yang akan dipakainya di dalam lemari
pakaian. Sebenarnya Bayo sudah bisa dikatakan mandiri dalam hal keperluan yang
menyangkut dirinya seperti mandi, menyiapkan baju, memakai baju, makan, tidur
ataupun hal-hal lainnya. Namun terkadang kemanjaannya keluar, mungkin merasa anak
bontot yang paling disayang oleh kami sekeluarga.
Setelah rapi memakai baju dan celananya, dia bertanya padaku,
“Uma, dek Bayo sarapan apa nih pagi ini?”. Dan aku pun pergi ke dapur
menyiapkan sarapan untuknya. “Dek, ini sarapannya, ayo cepat dimakan sudah jam
segini, tidak usah sambil main HP ya!” ucapku sembari menyodorkan piring berisi
nasi lengkap dengan sayur dan lauknya. Di saat Bayo menikmati makan paginya,
aku mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah juga. Aku ke sekolah bersama
Bayo karena aku memang bergabung sebagai Fasilitator di Yayasan yang menaungi
Sekolah Alam Jingga Life School tempat Bayo bersekolah.
Aku keluarkan motor warna biru yang setia mengantarku setiap
hari ke sekolah dan menemaniku beraktivitas lainnya. Tak lupa berpamitan dengan
suami dan anak-anakku, dan Bayo berpamitan dengan Ayahnya dan kakak-kakaknya, kukendarai
motor melaju melewati pintu gerbang perumahanku untuk menuju Sekolah Alam
Jingga Life School.
Sesampainya di Sekolah, Bayo mencium tanganku dan kami
berpisah menuju tempat masing-masing karena berbeda lokasi. Bayo langsung
menghampiri kelasnya, salam dan menyapa Guru Kelas dan teman-temannya. Mereka sedang
asyik bermain gangsing modern yang terbuat dari plastik dan logam. Dia pun
langsung membaur bersama yang lainnya. Teman-teman sekelasnya yang mayoritas
laki-laki saat berada di kelas lebih banyak memanfaatkan waktu mereka untuk
bermain. Pada jam belajar pun setelah menyelesaikan tugasnya, mereka isi waktu
luang itu dengan bermain. Namanya juga anak-anak, tidak jauh-jauh dari bermain.
Bayo di mata teman-temannya adalah pribadi yang lucu. Dia
sering memanfaatkan barang-barang yang ada di dalam kelas sebagai objek
lawakannya. Seperti sapu misalnya. Sapu diubah oleh Bayo menjadi gitar dan
mikrofon. Bayo berekspresi layaknya seorang penyanyi professional yang sedang
performance di atas panggung. Di lain waktu, Bayo maju ke depan kelas dan
tampil laksana seorang aktor membawakan acara Lenong kesenian khas dari Betawi.
Teman sekelasnya yaitu Rafi, Bintang, Nizar, Saladin, Zakhwan, dan Yumna
tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya. Sekarang-sekarang ini Bayo suka sekali
berpantun di depan teman-temannya. Menurut Bu Putri, Guru Kelasnya, Bayo
berpotensi menjadi seorang pekerja seni.
Pukul 11.30 WIB, siswa SD menyatu dengan siswa SM di Aula
Sekolah Alam Jingga Life School untuk berjama’ah melaksanakan sholat Dzuhur,
selepas itu mereka mengantri untuk mengambil makan siang. Walau ada yang lebih
dulu mendapatkan makan siangnya, namun mereka harus makan bersama-sama dengan dimulai melafadzkan doa sebelum makan
terlebih dulu. Bayo menikmati makan
siangnya hingga habis tanpa sisa sebutir nasi pun di piringnya. Dia berjalan
menuju ke tempat pencucian piring dan mencuci piringnya sendiri. Di Sekolah ini
sejak pertama masuk Tahun Ajaran Baru telah diajarkan kemandirian, salah
satunya dengan mencuci sendiri piring yang dipakainya makan. Alhamdulillah, aku
bersyukur bahwa banyak perubahan kemandirian pada diri Bayo setelah pindah ke
sekolah ini. Saat awal masuk di Kelas II Semester II, Bayo sering tantrum
karena keinginannya tidak terpenuhi. Namun kini setelah setahun terlihat
kemandirian, penuh pengertian, perhatian dan berpikir lebih dewasa daripada teman seusianya dari sekolah lain
muncul dari dalam dirinya. Pernah sekali Bayo marah-marah sambil memukuliku
berkali-kali saat masih berada di sekolah gara-gara meminta sesuatu yang tidak
bisa aku penuhi waktu itu. Banyak rekan Fasilitator melihat kejadian itu dan
mereka mencoba membujuknya tetapi Bayo tetap bersikeras pada keinginannya.
Akhirnya aku harus ajak pulang dia lebih awal.
Dan keesokan harinya di Sekolah dia mendapat hukuman dari Kepala Sekolah
SD mencuci piring seluruh siswa kelas I selesai makan siang. Rupanya hukuman
yang mendidik itu telah membuatnya berpikir bahwa sikapnya kemarin kepadaku
tidak dapat dibenarkan dan tidak boleh dia ulangi lagi. Sampai sekarang dia
tidak pernah mengulangi perbuatannya itu lagi.
Tanpa kusadari ternyata Bayo juga memberikan perhatian kepada
siswa SM bila ada salah satu dari mereka beberapa hari tidak terlihat masuk
sekolah, padahal aku sama sekali tidak memberitahunya. Aku menangkap bahwa itu
salah satu bentuk sikap perhatian dan peduli yang tumbuh pada diri anakku
kepada orang lain.
Mudah-mudahan kebiasaan-kebiasaan baik yang diajarkan pada
Bayo selama menuntut ilmu di Sekolah Alam Jingga Life School ini terekam baik
di otaknya sehingga kelak bisa memberikan kontribusi di kehidupannya saat besar
nanti dan memberikan kebaikan dan manfaat untuk dirinya maupun lingkungannya,
aamiin.
Assalamu'alaikum Bu... terima kasih sudah menginspirasi. Semoga selalu berkah ya dan teruslah menulis juga mengabadikan moment berharga
BalasHapus